Suatu ketika pernah BPS
merilis angka pengangguran dan kemiskinan. Kontan orang bertanya-tanya akan
data yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah tersebut. Hal yang menjadi bahan
pertanyaan adalah tidak sejalannya angka pengangguran dan angka kemiskinan.
Banyak yang berpendapat bahwa terdapat hubungan positif antara angka pengangguran
dan angka kemiskinan.
Menurut argumen sebagian
orang jika pengangguran naik maka kemiskinan akan naik juga. Demikian
sebaliknya bila angka pengangguran turun maka angka kemiskinan juga turun.
Namun yang disampaikan BPS justru sebaliknya, angka pengangguran naik tetapi
angka kemiskinan malah turun. Jelas suatu hal yang kontradiktif. Jangan-jangan
BPS telah merekayasa data sehingga dibuat angka kemiskinan turun kendati
pengangguran naik.
Komisi kemiskinan dunia
menyatakan pengangguran menjadi penyebab utama kemiskinan. Sebagian besar
kemiskinan di dunia ketiga karena tidak tersedianya lapangan kerja yang
memadai. Sehingga banyak angkatan kerja yang harus menganggur atau menerima
pekerjaan dengan tingkat upah yang minim dan jauh dari mencukupi untuk memenuhi
kebutuhan pokok. Sehingga banyak penduduk di dunia ketiga terpaksa harus hidup
dibawah garis kemiskinan.
Namun apakah setiap
kenaikan pengangguran akan berakibat naiknya angka kemiskinan. Untuk melihat
hubungan tersebut dapat kita lihat kasus di Finlandia. Sebelum keruntuhan Uni Soviet,
ekspor hasil industri Finlandia banyak ditujukan ke negara komunis tersebut.
Namun saat Uni Soviet bubar Finlandia kehilangan pasar potensialnya. Akibatnya
banyak industri yang bekerja dibawah kapasitas produksi.
Lonjakan pengangguran
tak terelakan karena terjadi pengurangan pekerja. Tercatat pada tahun 1993
pengangguran di Finlandia sebesar 16,3 persen jauh diatas angka tahun 1991 yang
hanya 3,2 persen. Namun kenaikan angka pengangguran ini tidak serta merta
membuat angka kemiskinan di negara tersebut melonjak tajam. Salah
satu sebab tidak terlihatnya hubungan yang positif antara pengangguran dan
kemiskinan adalah konsep yang dipakai untuk mengukur kemiskinan. Di negara
Finlandia untuk mengukur kemiskinan menggunakan konsep kemiskinan relatif, dimana
tingkat kemiskinan dihitung berdasarkan setengah median pendapatan.
Untuk kasus data yang
dikeluarkan BPS ada beberapa sebab mengapa hubungan antara kedua angka tersebut
terkadang menjadi berbeda arah, diantaranya adalah:
1. Waktu pengumpulan data yang berbeda.
Data kemiskinan dikumpulkan melalui survai Susenas sementara data pengangguran
dikumpulkan lewat survai Sakernas. Kedua survai ini tidak selalu waktunya
bersamaan.
2. Unit sampling Susenas dan Sakernas
sama-sama rumah tangga namun unit analisis Susenas modul konsumsi adalah
rumahtangga, sementara untuk Sakernas unit analisisnya adalah individu.
3. Kemiskinan dihitung berdasarkan
rata-rata pengeluaran perkapita sebuah rumah tangga. Seseorang yang tiba-tiba
menjadi pengangguran dan tidak berpenghasilan tidak serta merta
jatuh miskin jika didalam rumahtangga tersebut ada yang memiliki penghasilan
yang tinggi. Sehingga secara rata-rata pengeluaran perkapita rumah tangga
tersebut tetap diatas garis kemiskinan.
Banyak literatur yang
menyatakan adanya hubungan yang positif antara angka kemiskinan dan
pengangguran. Namun secara empiris sangat tidak mudah untuk menunjukan hubungan
positif tersebut.
Referensi : Saiful Hidayah, S.Si